Ambarwati mulai menekuni masalah pengolahan umbi-umbian pada tahun 2007, diawali dengan mengundang masyarakat sekitar dan mengajarkan bagaimana mengolah umbi-umbian menjadi makanan yang lezat, sehat serta digemari anak-anak dan keluarga. Lalu dibentuklah komunitas yang anggotanya tidak terbatas pada ibu-ibu yang suka memasak saja, tapi dari berbagai hobi dan ketrampilan lain yang dimiliki serta dapat menjadi tambahan penghasilan keluarga (wirausaha). Kini BEC memiliki anggota lebih dari 650 orang yang tersebar di seluruh Indonesia. BEC melibatkan para ibu dalam pengembangan pangan nusantara, karena Ibu mempunyai peran yang sangat penting sebagai jendela informasi. Ibu yang cerdas dan kreatif pasti menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis.
KOMUNITAS WARGA KREATIF
Di mana ada ibu-ibu, di situ ada makanan. Mungkin itu kalimat yang tepat untuk menceritakan lahirnya Bintaro Entrepreneur Community (BEC). Pada 2007, penggagas awal komunitas ini, Dra Ambarwati Hernawan SH mengajarkan kursus hidangan sehat untuk keluarga. Dia juga membagi ceritanya tentang cara memulai berwirausaha, salah satunya dengan menyeriusi sebuah hobi.
Dari situ, ibu-ibu lain yang memiliki keterampilan tertentu lalu ikut serta membagi ilmunya kepada ibu-ibu yang lain. Keterampilan yang ditularkan, mulai dari pelatihan memasak, berbusana, padu padan jilbab, sampai make up. Tak jarang juga diadakan talkshow dan pelatihan kewirausahaan bekerja sama dengan sebuah bank atau narasumber, seperti psikologi anak dan keluarga.
Tak cuma itu, ada juga kegiatan sosialisasi keamanan pangan, pengelolaan keuangan keluarga, juga pelatihan kepada calon wirausaha baru. “Meskipun berkarya dari rumah, tapi kalau dikerjakan dengan sepenuh hati dan konsisten, pasti akan mendapatkan hasil yang maksimal,” kata Ambarwati, yang juga Ketua BEC.
Yang unik dan paling menonjol dari sekian banyak kegiatan yang dilakukan BEC adalah, secara konsisten menyosialisasikan kepada anggota dan masyarakat umum tentang pangan lokal sehat yang berasal dari lingkungan rumah. Misalnya saja umbiumbian yang bisa menjadi pengganti terigu.
“Terigu itu 100% produk impor dan kita sebagai konsumen tidak pernah tergerak hatinya untuk memakai bahan pangan pengganti yang sebetulnya berasal dari bumi Indonesia. Kalau kita olah umbi-umbian, ini kan bisa meningkatkan penghasilan petani,” ujar Ambarwati. Berkat usaha sosialisasi rutin yang dilakukan BEC itu, tak heran jika komunitas ini menerima banyak penghargaan.
Misalnya Juara I Nasional untuk Olahan Pangan Nusantara dari Kementerian Perdagangan, Juara I Olahan Masakan Ikan Provinsi DIY 2007, penghargaan Women Entrepreneur Season City pada 2010, penghargaan Pemberdayaan Perempuan dari Walikota Tangerang Selatan, Anugerah Adhikarya Ketahanan Pangan dari Gubernur Provinsi Banten pada 2011, Juara I UMKM Terbaik dan Berprestasi se-Provinsi Banten 2011, serta sederet prestasi lainnya di tingkat nasional.
Menurut Ambar, selama di BEC banyak pengalaman menarik yang terjadi. Contohnya saat komunitas ini menggagas acara Bintaro Healthy Local Food Festival. Tanpa diduga, acara ini diapresiasi dengan baik oleh Badan Ketahanan Pangan Daerah (BKPD) Provinsi Banten, Gubernur Banten, Badan Ketahanan Pangan Kementrian Pertanian RI bahkan Ibu Negara Ani Yudhoyono, terutama saat pencanangan 1.000 posyandu di Tangerang.
Secara eksklusif anggota BEC mendapat penghargaan Adhikarya Pangan Nusantara Kategori Pelopor Ketahanan Pangan Nasional oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara pada Desember 2011. Dengan prestasi segudang, tak heran jika anggota BEC kini tak cuma di Bintaro saja, tapi sudah menyebar ke seluruh Indonesia.
Anggotanya pun sudah mencapai 650 orang. “Tapi karena para pendiri tinggal di Bintaro, jadi namanya tetap BEC,” kata Ambarwati. Menurut dia, manajemen pengembang Bintaro Jaya juga sangat akomodatif setiap BEC menyelenggarakan kegiatan. “Kita diberi fasilitas tempat di Emerald Club House, juga diliput oleh majalah Komunitas Bintaro,” tutupnya. - KOMUNITAS SINDO